Jumat, 08 Desember 2017

PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK PASAL 4 PADA HEADLINE BERITA KRIMINAL DI HARIAN POSKOTA EDISI DESEMBER 2010 - JANUARI 2011

Runtuhnya orde baru dan beralih menjadi era reformasi di Indonesia telah memberikan kebebasan, dalam arti wartawan bebas memberikan suatu informasi. Masyarakat pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang penerbitan pers atau media massa. Media massa kini berperan penting dalam menjalankan fungsinya sebagai pemberi informasi, kontrol sosial, hiburan serta pendidikan. Hal ini ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 1999 tentang pers. Dimana pers lebih luas dengan adanya jaminan kebebasan pers untuk melakukan kegiatan jurnalistiknya.Setelah Era Reformasi, 25 Organisasi Pers Nasional pada tanggal 6 Agustus 1999 di Bandung, menetapkan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang disahkan oleh Dewan Pers dengan Surat Keputusan Dewan Pers No.1/SK-DP/2000. Dewan Pers bukan yang melahirkan KEWI, tetapi Dewan Pers hanya mengesahkan Selanjutnya disempurnakan lagi, oleh 29 organisasi wartawan, termasuk PWI, membuat Kode Etik Jurnalistik (KEJ) baru. Kode Etik Jurnalistik ini disahkan pada tanggal 24 Maret 2006 sebagai Kode Etik Jurnalistik baru bagi wartawan Indonesia yang berlaku secara nasional melalui surat keputusan No.03/SK-DP/III/2006, menetapkan Kode Etik Jurnalistik tersebut sebagai pengganti KEWI.
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik (Dewan Pers, 2006:23).
Dalam hal ini wartawan harus mematuhi Kode Etik Jurnalistik yang disepakati oleh Dewan Pers. Mematuhi Kode Etik Jurnalistik yang disepakati oleh Dewan Pers berarti wartawan paham dalam mencari, meliput dan menyajikan berita tersebut. Maka Kode Etik Jurnalistik perlu dipahami, dilaksanakan oleh wartawan sebagai pedoman dalam menuliskan berita, agar berita yang disajikan akurat, berimbang, sesuai fakta di lapangan untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan orang lain. Kode Etik Jurnalistik tidak hanya diberlakukan bagi wartawan media cetak, tetapi hal ini berlaku sama untuk wartawan media elektronik seperti televisi, radio dan jaringan internet.
Kode Etik Jurnalistik memegang peranan yang sangat penting dalam dunia pers. Sebagai pedoman nilai-nilai profesi kewartawanan, Kode Etik Jurnalistik wajib dipahami dan dilaksanakan oleh wartawan. Dari banyaknya media massa yang hadir di tengah masyarakat,  tidak sedikit pun media massa yang lupa menerapkan Kode Etik Jurnalistik yang sudah ada. Bahkan masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh instansi pers itu sendiri. Pemberitaan yang melanggar Kode Etik tersebut memang banyak meresahkan masyarakat yang membaca, namun tetap saja ditanggapi biasa oleh para ‘pejabat-pejabat’ yang berkecimpung di dunia media. Media yang dipilih dalam penelitian ini adalah Harian Pos Kota. Harian Pos Kota adalah salah satu surat kabar atau media massa ibu kota yang memuat berita tentang kejahatan atau tindak kriminal. Di dalam berita kejahatan terdapat unsur fakta yang dicari oleh wartawan yang bersumber dari saksi, korban, pelaku dan pihak berwajib. Berikut ini contoh sebagian berita kriminal di Harian Pos Kota yang melanggar Kode Etik Jurnalistik:


·     Harian Pos Kota edisi Selasa (1/12/2010) yang berjudul “Ibu muda tewas di tangan suami”, yang terdapat pada isi berita sebagai berikut:
“Nyawa ibu muda di Cilincing, Jakut, melayang di tangan suaminya, Senin (29/11) malam. Di lehernya ada bekas cekikan, serta luka hantaman benda tumpul di wajah, kepala dan sekujur tubuhnya. Diduga, aksi keji itu dipicu masalah pengasuhan anak”.
Berita di atas melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 4. Berita tersebut tidak termasuk berita bohong, fitnah dan cabul. Tetapi berita di atas tergolong berita sadis yang berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
Namun berdasarkan pengamatan penulis harian ini masih terdapat pelanggaran Kode Etik Jurnalistik. Pelanggaran pemberitaan kriminal tersebut terkait pada Kode Etik Jurnalistik pada:
   Pasal 4
            “Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul”.
          Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian dengan judul “Penerapan Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 pada Headline Berita Kriminal di Harian Pos Kota edisi Desember 2010 – Januari 2011”.
Untuk menjawab masalah penelitian, penulis terlebih dahulu akan menjabarkan teori-teori yang berkaitan dengan masalah pokok penelitian dan termasuk ke dalam kajian Ilmu Komunikasi berdasarkan pernyataan para ahli dan menurut hasil kesimpulan penulis, yakni sebagai berikut:

KOMUNIKASI MASSA
Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa Inggris, mass communication, sebagai kependekan dari mass media communication (komunikasi media massa). Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang mass mediated. Istilah mass communication atau communications diartikan sebagai salurannya, yaitu media massa (mass media) sebagai kependekan dari media of mass communication (Wiryanto, 2004:69). 
Menurut Nurudin (2007:3) komunikasi massa adalah “komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Sebab, awal perkembangannya saja, komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa)”.
Berdasarkan keterangan di atas, penulis menyimpulkan bahwa pendapat Wiryanto sejalan dengan Nurudin. Dengan demikian yang disebut komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa yaitu: media cetak, media elektronik dan media online.
Sedangkan menurut Jalaluddin Rakhmat (2005:189), “komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronis sehingga pesan yang sama diterima secara serentak dan sesaat”.
Berdasarkan keterangan Jalaluddin Rakhmat di atas, penulis menyimpulkan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang sifatnya universal ditujukan kepada khalayak dan disiarkan melalui media massa.
Berdasarkan keterangan di atas, penulis berpendapat bahwa komunikasi massa merupakan proses penyampaian pesan kepada manusia lain dengan menggunakan media massa berupa media cetak, elektronik dan online yang ditujukan kepada orang banyak.

SURAT KABAR
Surat kabar adalah “lembaran tercetak yang memuat laporan yang terjadi di masyarakat, dengan ciri-ciri: terbit secara periodik, bersifat umum, isinya termasa atau aktual, mengenai apa saja dan dari mana saja di seluruh dunia, yang mengandung nilai untuk diketahui khalayak pembaca” (Onong Uchjana Effendy, 1989:241).
Dari uraian Onong Uchjana Effendy di atas penulis menyimpulkan bahwa surat kabar adalah media yang menggunakan kertas cetak yang berisikan informasi aktual untuk menyampaikan kepada khalayak.
Menurut Totok Djuroto (2000:11), surat kabar adalah “kumpulan berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran plano, terbit secara teratur, bisa setiap hari atau seminggu satu kali”.
Berdasarkan keterangan Totok Djuroto di atas, penulis menyimpulkan bahwa surat kabar adalah kumpulan berita seperti: artikel, cerita, iklan yang dicetak dalam kertas ukuran plano, terbit secara teratur, bisa setiap hari ataupun seminggu sekali.
Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa surat kabar adalah media yang menggunakan lembaran kertas cetak tidak dijilid berukuran plano yang isinya mengenai berita yang disampaikan kepada khalayak.

JURNALISTIK
Menurut Onong Uchjana Effendy (1989:195) Jurnalistik adalah “Istilah bahasa Belanda yang berarti kegiatan mengelola berita, mulai dari peliputan peristiwa melalui penyusunan kisah berita sampai pada penyebaran berita yang sudah tuntas kepada khalayak”.
Berdasarkan keterangan Onong Uchjana Effendy di atas dapat disimpulkan bahwa jurnalistik adalah kegiatan mengelola berita dari peliputan, penyusunan berita hingga penyebaran berita kepada khalayak.
Menurut Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumangingrat (2005:15), jurnalistik atau journalisme  berasal dari perkataan journal, artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti suratkabar. Journal berasal dari perkataan Latin diurnalis, artinya harian atau tiap hari. Dari perkataan itulah lahir kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik.
Berdasarkan keterangan Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat di atas, penulis menyimpulkan bahwa jurnalistik adalah catatan harian mengenai kejadian sehari-hari.
Menurut Kustadi Suhandang (2004:21), jurnalistik adalah “seni dan keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya”.
Berdasarkan keterangan Kustadi Suhandang di atas dapat disimpulkan bahwa jurnalistik adalah seni dan keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak.
            Penulis menyimpulkan dari definisi-definisi jurnalistik di atas adalah suatu pekerjaan mengumpulkan informasi tentang kejadian atau kehidupan sehari-hari meliputi pendapat seseorang seperti pidato dan wawancara, menulis, menyunting, serta menyebarkannya ke media massa dari informasi yang didapat tentang kejadian atau kehidupan sehari-hari.

BERITA
Menurut Onong Uchjana Effendy (1989:238), Berita adalah “laporan mengenai hal atau peristiwa yang baru terjadi, menyangkut kepentingan umum, dan disiarkan secara cepat oleh media massa: surat kabar, majalah, radio siaran, dan televisi siaran.”
Bersadarkan keterangan Onong Uchjana Effendy di atas dapat disimpulkan bahwa berita adalah laporan mengenai suatu peristiwa yang baru terjadi menyangkut kepentingan umum dan disiarkan secara cepat oleh media massa.
Menurut AS Haris Sumadiria (2005:65) mengatakan bahwa berita adalah “Laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media On line internet”.
Berdasarkan keterangan AS Haris Sumadiria di atas menyimpulkan bahwa berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru, menarik atau penting bagi sebagian besar khalayak melalui media berkala (surat kabar, radio, televise, atau media online).
Menurut A.M. Hoeta Soehoet (2003:23), “berita adalah keterangan mengenai peristiwa atau isi pernyataan manusia”.
Berdasarkan keterangan A.M. Hoeta Soehoet di atas, penulis menyimpulkan bahwa berita adalah keterangan mengenai peristiwa atau laporan tentang pendapat orang.
Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa berita adalah laporan tentang suatu peristiwa dan pendapat seseorang yang dikemas secara fakta dan aktual dengan tujuan untuk memberitahukan kepada khalayak banyak tentang suatu peristiwa yang sedang terjadi.

HEADLINE BERITA KRIMINAL 
Menurut Onong Uchjana Effendy (1989:160), Headline news adalah berita surat kabar, majalah, radio atau televisi, yang dinilai terpenting untuk suatu masa penyiaran.
Berdasarkan keterangan Onong Uchjana Effendy di atas, penulis menyimpulkan bahwah Headline news adalah berita surat kabar, majalah, radio, atau televisi (media massa) yang dinilai terpenting untuk suatu masa penyiaran.
Menurut Zaenuddin, HM (2007:178), berita utama atau Headline adalah berita yang dianggap paling besar dan penting bagi khalayak di antara semua berita yang ada pada harian itu. Karenanya, Headline dimuat di halaman pertama atau halaman depan dengan tampilan yang menonjol: letaknya di atas dengan judul yang dicetak tebal dan ukuran huruf paling besar di antara berita lainnya. Terkadang berita itu disertai pula dengan foto-foto yang mendukungnya, sehingga Headline tampak sangat menonjol pada halaman muka setiap koran.
Berdasarkan keterangan Zaenuddin, HM di atas, penulis menyimpulkan bahwa berita utama atau Headline adalah berita yang dianggap paling besar dan penting bagi khalayak di antara semua berita yang ada pada harian tersebut. Letaknya pada halaman utama atau halaman depan dan terkadang berita tersebut disertai pula dengan foto sehingga tampak sangat menonjol pada halaman muka pada setiap koran.
Menurut A.M. Hoeta Soehoet (2003:78), berita utama ialah berita yang menurut penilaian redaksi suratkabar tersebut merupakan berita yang terpenting dari semua berita yang disajikan dalam surat kabarnya hari itu. Karena itu, untuk Headline diberikan tempat utama, yang mudah dibaca, yaitu halaman satu/pertama dan bagian yang paling kiri. Headline biasanya terdiri dari 3,4, atau 5 kolom.
Berdasarkan keterangan A.M.Hoeta Soehoet di atas, penulis menyimpulkan bahwa berita utama ialah berita yang terpenting dari semua berita yang disajikan dalam suratkabar pada halaman pertama atau halaman depan.
Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa Headline news  atau berita utama adalah berita yang memiliki nilai penting dari berita lainnya pada hari itu, dan penempatannya berada di halaman depan surat kabar dengan judul yang dicetak tebal serta ukuran huruf paling besar di antara berita lainnya.
Menurut Kustadi Suhandang (2004:116) kepentingan berita kita mengenal empat jenis headline, masing-masing:
1. BANNER HEADLINEuntuk berita yang sangat atau terpenting. Headline dimaksud dibuat dengan jenis dan ukuran huruf yang mencerminkan sifat gagah dan kuat, dalam arti hurufnya terbesar dan lebih tebal ketimbang jenis headline lainnya, serta menduduki tempat lebih dari empat kolom suratkabar.
2. SPREAD HEADLINE, untuk berita penting. Headline dimaksud tampak lebih kecil ketimbang jenis banner headline tadi. Maksudnya, besar dan tebal hurufnya kurang dari jenisyang pertama, namun lebih besar dari pada Secondary headline. Tempat yang diperlukannya pun hanya tiga atau empat kolom saja.
3. SECONDARY HEADLINEuntuk berita yang kurang penting. Headline jenis ini tampak lebih kecil lagi dari spread headline, tetapi lebih besar dari subordinated headline, baik ukuran maupun ketebalan hurufnya. Demikian pula tempat yang diperlukannya hanya dua kolom saja.
4. SUBORDINATED HEADLINEuntuk berita yang dianggap tidak penting. Kehadirannya kadang-kadang dibutuhkan untuk menutup tempat kosong pada halaman yang bersangkutan. Kosong dalam arti sisa tempat pada halaman yang memuat berita-berita lain yang dianggap kurang penting sampai dengan yang terpenting. Karena itu tempatnya pun cukup satu kolom saja dengan ukuran huruf dan ketebalannya lebih rendah ketimbang jenis lainnya.
Berdasarkan keterangan Kustadi Suhandang di atas, penulis penyimpulkan bahwa Headline yang penulis teliti termasuk dalam Spread Headline.
Menurut Totok Djuroto (2003:2), berita kriminal adalah “berita atau laporan mengenai kejahatan yang diperoleh dari pihak kepolisian”.
Berdasarkan keterangan Totok Djuroto di atas, penulis menyimpulkan bahwa berita kriminal adalah berita mengenai kejahatan yang diperoleh dari pihak kepolisian.
Menurut Kartini Kartono (1983:78) menyebutkan bahwa tindakan kejahatan atau kriminal adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis, dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila dan menyerang keselamatan warga masyarakat baik yang tercantum dalam undang-undang maupun yang belum tercantum.
Berdasarkan keterangan Kartini Kartono di atas, penulis menyimpulkan bahwa kejahatan atau kriminal adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis, dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila dan membahayakan keselamatan warga masyarakat baik yang tercantum dalam undang-undang maupun yang belum tercantum.
Berdasarkan keterangan di atas penulis menyimpulkan bahwa kriminalitas atau tindak kriminal merupakan suatu bentuk pelanggaran yang dapat merugikan berbagai pihak baik yang tercantum dalam undang-undang maupun yang belum tercantum. Dalam pelanggarannya tindakan ini tidak mengenal batas usia. Siapa saja dapat menjadi pelaku atau korban tindak tersebut.

PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK PASAL 4 
Penerapan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain, 1996:1487) adalah “hal, cara, atau hasil kerja menerapkan”.
Berdasarkan keterangan di atas, penulis menyimpulkan bahwa penerapan adalah mempraktekkan atau cara melaksanakan sesuatu berdasarkan sebuah teori. Dalam hal ini, teori mengenai kode etik jurnalistik yang disepakati oleh wartawan dan dijadikan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Menurut Onong Uchjana Effendy (1989:55)” kode etik adalah rumusan pedoman perilaku yang menunjukkan hal-hal yang mana yang harus dilakukan dan yang mana yang tidak boleh dilakukan (Ethic berasal dari bahasa Latin “ethic(us) dari bahasa Yunani”ethikos”.
Berdasarkan keterangan Onong Uchjana Effendy dapat disimpulkan bahwa kode etik adalah suau pedoman perilaku yang dapat menunjukkan hal-hal yang harus dilakukan dan yang mana yang tidak boleh dilakukan.
Kode Etik Jurnalistik adalah “himpunan etika profesi kewartawanan” (Dewan Pers, 2006:4).
Berdasarkan keterangan Dewan Pers di atas dapat disimpulkan bahwa Kode Etik Jurnalistik adalah Etika profesi kewartawanan.
Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis menyimpulkan Kode Etik Jurnalistik adalah suatu pedoman yang harus dimiliki oleh seorang wartawan dalam menjalankan profesinya, sehingga dapat menunjukkan hal-hal yang mana yang harus dilakukan dan yang mana yang tidak boleh dilakukan.
Jadi penulis menyimpulkan bahwa penerapan Kode Etik Jurnalistik adalah wartawan harus melakukan atau mempraktikan sesuai aturan Kode Etik Jurnalistik.
Kode Etik Jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, dari satu surat kabar ke surat kabar lainnya. Namun secara umum, Kode Etik Jurnalistik berisi hal-hal yang bisa menjamin terpenuhinya tanggung jawab seorang wartawan kepada publik pembacanya.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis mengutip isi Kode Etik Jurnalistik pasal 4 karena telah disepakati oleh 29 organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia sebagai berikut:
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a.   Bohong, berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b.   Fitnah, berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c.   Sadis, berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d.   Cabul, berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Kemudian pada tahap selanjutnya, penulis akan menjabarkan satu persatu definisinya, yakni:

Bohong 
     Bohong menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Sigit Daryanto,1998:103), adalah “tidak sesuai dengan bukti dan kebenaran, tidak sesuai dengan kenyataan, dusta; palsu, bukan asli. 
     Dari uraian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa berita yang bersifat bohong adalah berita yang dianggap tidak sesuai dengan bukti dan keaadaan yang sebenarnya. Seorang wartawan memasukkan sebuah fakta rekayasa hanya karena untuk melengkapi sebuah berita yang akan disebarkan kepada masyarakat.

Fitnah
     Fitnah menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Sigit Daryanto, 1998:188), adalah “pembicaraan yang bersifat menjatuhkan atau menjelek-jelekkan pribadi orang lain tanpa adanya suatu bukti; tuduhan buruk yang dikarang-karang atas seseorang”.
     Dari uraian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa berita yang bersifat fitnah adalah berita yang bersifat menjatuhkan atau menjelek-jelekkan orang lain tanpa adanya suatu bukti atau kebenaran.

Sadis
     Sadis menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Sigit Daryanto, 1998:485) adalah “kejam; terlalu yang kejam/bengis; perlakuan melebihi kejahatan manusia pada umumnya terhadap orang lain”.
     Dari uraian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa berita yang bersifat sadis adalah pemberitaan yang isinya sangat kejam melebihi kejahatan manusia pada umumnya terhadap orang lain.

Cabul 
     Cabul menurut kamus Bahasa Indonesia adalah keji dan kotor, porno, perbuatan buruk melanggar kesusilaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Depdiknas, Cabul adalah keji dan kotor; tidak senonoh; sangat menjijikan (melanggar kesopanan, kesusilaan). www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/.
     Dari uraian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa berita yang bersifat cabul adalah pemberitaan yang didalamnya terdapat kata-kata yang porno ataupun perbuatan buruk melanggar kesusilaan. Kata-katanya dianggap vulgar untuk dibaca oleh masyarakat.
     Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis isi. Penelitian ini berupaya meneliti dan menganalisis penerapan Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 pada Headline berita kriminal di Harian Pos Kota edisi Desember 2010 – Januari 2011.
Menurut Sugiyono (2008:8), metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Filsafat positivisme memandang realitas/gejala/fenomena itu dapat diklasifikasi, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat.
Berdasarkan keterangan Sugiyono di atas, penulis menyimpulkan bahwa metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti populasi atau sampel dan pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Sedangkan menurut Jalaluddin Rakhmat (1984:24), penelitian kuantitatif adalah analisis yang menggunakan berbagai analisis statistik, bermacam-macam alat ukur, prosesing data, dan analisis isi. Analisis kuantitatif pada hakikatnya hanyalah menambahkan analisis yang lebih cermat dan sistematis pada analisis dokumenter.
Berdasarkan keterangan Jalaluddin Rakhmat di atas, penulis menyimpulkan bahwa metode kuantitatif adalah analisis yang menggunakan berbagai analisis statistik, bermacam-macam alat ukur, prosesing data, dan analisis isi.
Kesimpulan yang penulis dapat dari keterangan di atas, definisi penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel dan pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif. Analisis yang menggunakan berbagai analisis statistik, bermacam-macam alat ukur, prosesing data, dan analisis isi. Analisis kuantitatif pada hakikatnya hanyalah menambahkan analisis yang lebih cermat dan sistematis pada analisis dokumenter.
            Kerlinger (1973) dikutip Jamiluddin Ritonga (2004:65) berpendapat bahwa analisis isi adalah “metode studi dan analisis tentang komunikasi dengan cara sistematis, objektif, dan kuantitatif dengan tujuan mengukur variabel-variabel”.
            Berdasarkan keterangan Kerlinger bahwa analisis isi adalah metode belajar dan analisis tentang komunikasi dengan cara sistematis, objektif, dan kuantitatif dengan tujuan mengukur variabel - variabel.
   Menurut Jalaluddin Rakhmat (1984:89), metode analisis isi merupakan “metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lambang”.
Berdasarkan keterangan Jalaluddin Rakhmat di atas, penulis menyimpulkan bahwa metode analisis isi adalah metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi yang disampaikan melalui bentuk lambang.
Kesimpulan yang penulis dapat dari keterangan di atas, metode analisis isi adalah metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi dengan cara sistematis, objektif, dan kuantitatif yang disampaikan melalui bentuk lambang. Dalam penelitian ini lambang yang digunakan penulis adalah tulisan.
            Menurut Sugiyono (2008:80), populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
            Berdasarkan keterangan Sugiyono di atas, penulis menyimpulkan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan
            Menurut Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2007:37), populasi adalah “Semua individu / unit-unit yang menjadi target penelitian”.
Berdasarkan keterangan Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti, penulis menyimpulkan bahwa populasi adalah semua individu atau unit-unit yang menjadi target penelitian.
          Dari pendapat di atas penulis berkesimpulan, populasi merupakan keseluruhan obyek atau subyek yang akan diteliti oleh seorang peneliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulannya.
            Pada penelitian ini, sumber data berasal dari Harian Pos Kota edisi Desember 2010 – Januari 2011. Populasi selama 2 bulan terdapat 62 terbitan, karena ada 3 hari yang tidak terbit dikarenakan hari libur pada tanggal 7 Desember 2010, 25 Desember 2010 dan 1 Januari 2011. Maka dari keseluruhan edisi tersebut terdapat 59 terbitan selama 2 bulan. Penulis hanya mengambil berita utama di rubrik kriminal pada halaman utama Harian Pos Kota. Pada penelitian ini, bahan penelitian yang digunakan ialah Headline berita kriminal di Harian Pos Kota edisi Desember 2010 – Januari 2011. Data-data yang digunakan didapatkan di perpustakan. Penulis juga didukung dengan buku-buku. Berdasarkan penelitian ini, unit analisis yang digunakan adalah pernaskah Headline berita kriminal. Namun dalam kategori cabul dianalisis secara perkata. Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan yaitu:
Studi Keperpustakaan, peneliti mencari data yang diperlukan dengan membaca buku-buku, kamus, kliping dan catatan jurnal-jurnal.
Pada metode analisis isi, pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan objek penelitian. Dalam hal ini, yang menjadi objek penelitiannya adalah Headline berita kriminal di Harian Pos Kota edisi Desember 2010 – Januari 2011. 
Populasi dalam penelitian ini adalah 59 terbitan selama 2 bulan.
            Menurut Sugiyono (2008:121), hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Dalam melakukan uji validitas, penulis melakukan wawancara dengan Dewan Pers yaitu Drs. Bekti Nugroho selaku Ketua Komisi Hubungan Antarlembaga dan Hubungan Luar Negeri. Hasilnya, definisi kategori yang akan diteliti penulis dinyatakan sudah validitas dan siap untuk melanjutkan penelitian. 
            Dalam penelitian ini penulis menggunakan realibilitas koding, sebelum  kategori digunakan dalam penelitian, kategori tersebut perlu diuji terlebih dahulu.
Pengujian kategori ini bertujuan untuk mengetahui kategori yang digunakan sudah reliabel atau belum. Apabila hasil uji kategori menunjukkan hasil yang reliabel, maka kategori tersebut layak untuk dilakukan penelitian.
            Menurut Stempel III (Ritonga, 2004;85), Reliabilitas berarti konsistensi klasifikasi. Konsistensi dalam mengklasifikasi dapat diketahui dengan meminta bantuan penilaian pada koder. Jumlah koder sebaiknya lebih dari dua. Kepada para koder diberi definisi kategori, unit analisis, bahan yang akan dikoding, dan tabel kerja. Agar koder mengetahui apa yang akan dilakukannya, sebaiknya dibuat pula pengantar berisi petunjuk teknis dalam melakukan koding.
          Berdasarkan keterangan Stempel III (Ritonga) di atas, penulis menyimpulkan bahwa Reliabilitas adalah konsistensi dalam mengklasifikasi dapat diketahui dengan meminta bantuan penilaian pada koder.
          Untuk menghitung kesepakatan dari hasil penilaian para koder dapat menggunakan rumus statistik yang dikemukakan R. Holsty (Ritonga, 2004;86), yaitu:
                                                                            2M
            Coefisien reliability =             
                                                                          N1 + N2
Keterangan:
M                     =   Nomor keputusan yang sama antara dua juri
N1, N2            =   Jumlah item yang dibuat oleh tim koder
            Berdasarkan keterangan di atas, jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka penulis menyesuaikan dengan jumlah koder yang dipilih, yaitu sebanyak 3 koder. Maka rumus yang digunakan sebagai berikut:
                                                                     3M
                Coefisien reliability =             
                                                                              N1+N2+N3
Keterangan:
M                     =   Nomor keputusan yang sama antara tiga juri
N1,N2,N3       =   Jumlah item yang dibuat oleh tim koder
            Penelitian ini mengacu pada reliabilitas berdasarkan pendapat Lassweell (Ritonga, 2004:87), bahwa kesepakatan antara juri 70% - 80% sudah cukup andal.
Maksudnya adalah jika nilai kesepakatan antara koder mencapai 70%, maka kategori penelitian yang dipakai dalam penelitian ini sudah cukup reliabel.
            Pada penelitian ini, penulis menggunakan sepuluh sampel dan memilih tiga orang sebagai koder untuk menguji kategori yaitu :
Koder A  :  Hiru Muhammad, selaku Wartawan Republika
Koder B  :  Gantyo Koespradono, selaku Dosen Praktisi  & Redaktur Media Indonesia
Koder C  :  A. Faiz Muiz, selaku Wartawan Rakyat Merdeka
Hasil yang diperoleh dari para koder dan hasil uji kategori yang di ujikan terhadap 3 koder tersebut,  penulis mendapatkan hasil 82,5 % sehingga kategori ini dapat dikatakan reliabel.
        Menurut Sugiyono (2008:147) Analisa data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul.
          Selanjutnya penulis akan menganalisis data yang telah penulis kumpulkan. Dalam analisis isi, penulis akan mencatat hasilnya dalam lembaran-lembaran koding. Setelah penulis memperoleh data secara keseluruhan, maka data yang diperoleh akan dimasukan ke dalam tabel induk untuk mengetahui kecenderungan data yang diteliti.
          Dari keterangan di atas, dapat diketahui Penerapan Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 pada Headline berita kriminal di Harian Pos Kota edisi Desember 2010 – Januari 2011.
         Subyek dalam penelitian ini adalah surat kabar Pos Kota, yang beramatkan di jalan Gajah Mada No.98 – 100 Jakarta Barat.

SEJARAH SINGKAT HARIAN POSKOTA
     Lahirnya surat kabar Pos Kota bermula dari keinginan beberapa wartawan untuk menerbitkan sebuah koran yang khas, sekitar tahun1969, beberapa wartawan dan mereka yang berminat di bidang jurnalistik berkumpul membicarakan suatu rencana, suatu gagasan yang menginginkan adanya pewarnaan yang unik bagi dunia pers yang sudah ada selama ini. Ketika itu Harmoko dan kawan-kawan tidak lagi bekerja di harian MerdekaMereka mendirikan koran mingguan Trisakti pada tahun 1968. Lalu muncul ide untuk menerbitkan surat kabar harian. Tapi koran ini harus berbeda dengan penerbitan yang sudah ada. Begitulah rencana itu mengendap beberapa lama. Hingga rekan-rekan Harmoko di PWI Jakarta, Harsono dan Abijasa suatu waktu mengajaknya untuk penerbitan baru (sumber: POSKOTA 30 Tahun Melayani Pembaca).
     Para pendiri menginginkan berita-berita yang disajikan itu mempergunakan bahasa yang sederhana, tetapi mempunyai daya pikat sesuai dengan warna dialog atau atmosfir masyarakat lapisan menengah kebawah. Di samping itu surat kabar tersebut juga dimaksudkan dapat memuat gambar-gambar dan foto kejadian yang ada dalam masyarakat kota. Mereka ingin menerbitkan surat kabar bagi kalangan bawah atau masyarakat pada lapisan rendah yang berada di kota Jakarta. Surat kabar tersebut diinginkan berisi informasi akurat tentang berita-berita yang dibutuhkan oleh lapisan masyarakat yang dijadikan sasaran itu. Rencana ini kemudian dikonkritkan. Para pendiri tadi kemudian bersepakat mendirikan suatu yayasan yang bernama Antar Kota pada tanggal 5 Februari 1970. Para pendiri yayasan tersebut adalah Yachya Suryawinata, Harmoko, Tahar, S. Abijasa, S. Harsono dan Pansa Tampubolon. Empat yang pertama merupakan wartawan dari berbagai media cetak di Ibu Kota yang bertaraf nasional. Sedangkan dua yang terakhir lebih merupakan kalangan non jurnalis atau tepatnya datang dari kalangan bisnis, tetapi menaruh perhatian pada dunia jurnalistik. 
     Kemudian muncul kembali nama itu muncul kembali waktu para pendiri yayasan mengadakan pertemuan untuk menentukan nama yang akan digunakan surat kabar itu. Dalam suatu pertemuan, Yachya mengusulkan agar lambang Kota Jakarta (Tugu Monumen Nasional) diletakan pada huruf O dari kata “Kota”. Tiba waktunya, terbitlah Harian Pos Kota dengan oplah pertama 3.500 eksemplar pada tanggal 15 April 1970. Sebagai redakturnya: Harmoko, Tahar, Abijasa dan Harsono. Sedangkan reporter berjumlah sebelas orang: Sjachroni, Dachlan Rafii, Ibnu Suroyo, Hasan Basri, Buyung Sachri, Sudibyo, Is Anwar, Zaenal Abidin, Imam Subardi, Hadi Kamajaya dan Soetjipto R.S. Motto Pos Kota terlihat dari mottonya sebagai Harian Independent. Motto ini memberikan arti tidak diiakatkannya harian ini dengan golongan atau kekuatan sosial politik tertentu.
       Sepenggal perjalanan harian Pos Kota ini menunjukkan commitment yang sekaligus menjadi kekuatannya, yaitu kemampuan membaca dan menerjemahkan kebutuhan informasi serta selera pembaca: Isi berita-berita yang dimuat dekat dengan kehidupan masyarakat lapisan bawah, penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti dan berkesan sehari-hari. Bentuk wajah yang unik (terutama dengan adanya blow up) pada berita-berita kota yang khas; dan dikembangkannya kebiasaan check and recheck tentang suatu berita. Hal ini terus dikembangkan dengan mengurangi bahasa slank, peningkatan kemampuan meliput berita, sistem rekrutmen yang semakin selektif dalam kaitannya dengan pembinaan sumber daya manusia. Begitulah kisah singkat sejarah Pos Kota.
Harian Pos Kota memiliki keunikan tersendiri di bandingkan dengan surat kabar lainnya. Di Harian Pos Kota memiliki dua Headline, yaitu Banner Headline dan Headline. Agar Harian Pos Kota tampil lebih lengkap. Sehingga memiliki kelebihan dibandingkan surat kabar lainnya, itu merupakan strategi Harian Pos Kota. Headline di Harian Pos Kota terbentuk sesuai dengan sejarah Pos Kota pada tanggal 5 Februari 1970. Setelah Harian Pos Kota terbentuk Headline sudah ada. Setiap surat kabar pasti ada Headline yang berada pada halaman depan. Banner Headline merupakan berita besar yang memiliki nilai lebih dan menarik perhatian masyarakat, berbeda dengan surat kabar lainnya. Sedangkan di surat kabar lainnya berita besar pada halaman depan disebut Headline. Banner Headline isi beritanya aktual tentang berita politik, sosial dan kriminal. Banner Headline itu tidak harus kriminal tetapi memiliki nuansa kriminal. Banner Headline di Harian Pos Kota mempunyai ciri tersendiri dengan huruf tulisan paling besar dengan latar berwarna cerah.
Sedangkan Headline isi nya menyangkut berita kriminal yang merupakan ciri khas Harian Pos Kota maka disebut dengan Headline kriminal. Headline kriminal memiliki ciri: tulisannya warna hitam dengan latar berwarna kuning atau tulisannya berwarna kuning dengan latar berwarna hitam, agar menarik perhatian masyarakat.
Harian Pos Kota dalam memilih berita tidak hanya dilihat dari sisi aktual saja, Harian Pos Kota tidak hanya memberikan informasi tetapi memberikan peringatan kepada masyarakat untuk berhati-hati terhadap kejahatan yang sedang terjadi. Dari sejumlah berita yang masuk pasti dirapatkan terlebih dahulu. Agar mengetahui mana berita yang bagus, layak dan tidak nya untuk dimuat. Untuk membuat suatu Headline harus melihat dari berbagai aspek, sebagai berikut:
1. Kepentingan berita itu sendiri
2. Kelengkapan berita
3. Dampak yang ditimbulkan
4. Untuk Masyarakat
5. Yang sedang aktual
6. Serta menarik perhatian masyarakat
Itu hampir sama dengan berita tetapi Headline merupakan berita yang terbaik di antara berita yang lain. Selain itu dilihat dari berbagai aspek dr kelengkapan beritanya, aktual dan trend yang sedang terjadi saat ini. Secara detail yang menangani Headline itu tidak ada. Tetapi Headline di Harian Pos Kota ditangani oleh Redaktur masing-masing berita. Contoh : berita kriminal ditangani oleh redaktur kriminal. Dari Redaktur berita tersebut kemudian diperiksa oleh Asisten Redaktur Pelaksana. Setelah itu berita tersebut tidak ada yang salah dan sudah lengkap,berita tersebut dirapatkan kembali oleh Redaktur Pelaksana dan Pimpinan Redaksi untuk dijadikan Headline atau Banner Headline.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa Harian Pos Kota masih mengabaikan Kode Etik Jurnalistik, padahal Kode Etik Jurnalistik tersebut telah disepakati oleh 29 organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia, dimana wartawan Harian Pos Kota maupun Harian Pos Kota sendiri menjadi anggota dari salah satu organisasi tersebut.
Sebagaimana dikatakan Onong Uchjana Effendy (1989; 55), “Kode Etik adalah rumusan pedoman perilaku yang menunjukkan hal-hal yang mana yang harus dilakukan dan yang mana yang tidak boleh dilakukan”. Dengan demikian Kode Etik Jurnalistik merupakan pedoman perilaku ke arah yang baik.
Hal ini sejalan dengan Lukas Luwarso (2003; 57), “Kode Etik Pengembanan profesi kewartawanan dan berkiprahnya media massa akan bermutu dan ber-martabat, jika para pengemban profesi kewartawanan dalam menjalankan karyanya selalu mengacu etika profesi kewartawanan”. Artinya Kode Etik itu memang untuk kepentingan wartawan sendiri. Agar media massa itu bermutu dan bermartabat.
Berdasarkan penelitian penulis juga menunjukkan bahwa semua ketentuan yang ada di Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 pernah dilanggar, yaitu bohong 3,39%, fitnah 5,08%, cabul 5,08% bahkan sadis 40,68%.
          Hasil penelitian ini tidak jauh beda dengan Anggit Pratika (2010; 274), yang sebelumnya pernah meneliti “penerapan pasal 4 ayat b, c, dan d Kode Etik Jurnalistik pada Headline News di Surat Kabar Lampu Hijau edisi Oktober-Desember 2009”. Hampir semua ketentuan pernah dilanggar, dengan hasil penelitian yaitu fitnah 15,38%, sadis 28,57% dan cabul 31,86%.
          Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang membedakan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian Anggit Pratika adalah bohong, karena di penelitian ini seluruh ketentuan pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 telah diteliti, sedangkan di penelitian Anggit, ketentuan bohong itu tidak diteliti, hanya fitnah, sadis dan cabul saja yang diteliti.
          Selain itu hasil akhir dari penelitian ini yang paling banyak dilanggar terdapat pada Pasal 4 point c, sedangkan penelitian Anggit yang paling banyak dilanggar terdapat pada Pasal 4 point d.
          Padahal Kode Etik Jurnalistik pasal 4 itu sudah jelas sebagai berikut:
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
a.   Bohong, berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b.  Fitnah, berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c.   Sadis, berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d.  Cabul, berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
          Mengenai bohong artinya tidak sesuai dengan fakta, nama narasumber tidak jelas atau tanpa ada bukti-bukti otentik. Padahal berita itu harus berdasarkan fakta dan bukti-bukti otentik. Akibatnya jika berita tersebut tidak berdasarkan fakta dan bukti-bukti otentik maka khalayak akan menganggap berita itu benar. Sedangkan berita yang dimuat itu bohong.
          Fitnah itu menjatuhkan, menuduh atau menjelek-jelekkan orang lain yaitu tanpa adanya suatu bukti atau kebenaran. Jika suatu berita menuduh atau menjelek-jelekkan orang lain dengan adanya bukti dan kebenaran dapat dikatakan berita tersebut bukan berita fitnah, tetapi jika suatu berita menuduh atau menjelek-jelekkan orang lain tanpa ada bukti atau kebenaran dapat dikatakan berita tersebut fitnah. Akibatnya jika berita tersebut menuduh orang lain tanpa ada bukti, akan merugikan orang yang di tuduh atau sama saja mencemarkan nama baik seseorang.
          Sadis itu kejam dan tidak mengenal belas kasihan. Perlu diketahui bahwa berita sadis pada surat kabar harian seharusnya tidak ditulis dengan sensasional sehingga dapat memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap pembaca. Semakin banyaknya penyajian berita kejahatan melalui media cetak, diperlukan upaya untuk mengurangi dampak negatifnya. Apabila hal tersebut kurang diperhatikan, maka bisa berakibat secara tidak langsung media massa bisa disalahgunakan sebagai media pembelajaran yang merugikan ketentraman umum.
          Cabul itu penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. Padahal dalam suatu berita tidak boleh menginformasikan atau menggambarkan secara rinci dan detail mengarah ke pornografi dan memperlihatkan buah dada seorang wanita, atau tidak memakai pakaian yang bisa menimbulkan nafsu birahi. Akibatnya jika berita tersebut menampilkan informasi secara rinci dan detail mengarah ke pornografi, akan memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap pembaca.
     Pelanggaran ini pun ditanggapi oleh H. Soesilo Arienanjaya selaku Sekretaris Redaksi Harian Pos Kota yang mengatakan bahwa “pihaknya tidak terlalu keberatan dengan hasil penelitian atas pelanggaran yang terjadi pada Kode Etik Jurnalistik pasal 4 point c, karena yang berbuat sadis itu orang lain bukan Harian Pos Kotanya”.
H. Soesilo Arienanjaya menambahkan mungkin karena ada kalimat seperti "digorok” atau cara mendeskripsikannya yang membuat berita tersebut sadis. Pihak Harian Pos Kota sendiri dalam medapatkan berita diperoleh secara langsung dari lokasi kejadian. Biasanya kami menulis berita yang disampaikan kepada masyarakat sesuai dengan apa yang kami dapat. Kami juga mencoba untuk membuat berita senyaman mungkin dan menarik pembaca.
Menurut Soesilo, kalau beritanya terdapat kesadisan, itu kan karena berita yang diperoleh secara langsung dari lapangan. Harian Pos Kota menyampaikan seperti itu, agar masyarakat mengetahui informasi yang terjadi saat ini seperti terjadinya perampokan, pembunuhan dan pemerkosaan, biar masyarakat luas bisa waspada. Selama ini tidak ada kritik kepada kami.
Seharusnya hal ini menjadi perhatian Dewan Pers, karena menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 (Pasal 15 Ayat 2c), tugas Dewan Pers adalah menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
    Berdasarkan seluruh pembahasan dalam penelitian ini, penulis ingin memberikan  kesimpulan dari penelitian ini serta memberikan saran-saran yang berguna, sebagai berikut: 
1.   Penelitian ini mencoba menjawab masalah pokok penelitian “sejauhmana penerapan Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 pada Headline berita kriminal di Harian Pos Kota edisi Desember 2010 – Januari 2011”. Judul “Penerapan Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 pada Headline Berita Kriminal di Harian Pos Kota edisi Desember 2010 – Januari 2011”.
2.    Menurut penelusuran penulis studi pustakaan dan diskusi dengan para ahli Dewan Pers yaitu Drs. Bekti Nugroho selaku Ketua Komisi Hubungan Antarlembaga dan Hubungan Luar Negeri, penulis menentukan kategorisasi Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 sebagai berikut:
a.    Bohong
b.    Fitnah
c.    Sadis
d.    Cabul
3.   Berdasarkan hasil penelitian terhadap penerapan Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 pada Headline berita kriminal di Harian Pos Kota edisi Desember 2010 – Januari 2011 bahwa yang menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
a. Seluruh ketentuan yang diatur Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 pernah dilanggar, yaitu  bohong sebanyak 3,39% berita fitnah sebanyak 5,08%, berita sadis sebanyak 40,68%, dan berita cabul sebanyak 5,08%.
b. Hanya 54,24% Headline berita kriminal di Harian Pos Kota edisi Desember 2010 – Januari 2011 yang menerapkan seluruh ketentuan di Kode Etik Jurnalistik Pasal 4. Paling rendah 1,69% hanya menerapkan satu ketentuan.
c. Penelitian ini yang paling banyak dilanggar terdapat pada Pasal 4 point c, sedangkan penelitian Anggit yang paling banyak dilanggar terdapat pada Pasal 4 point d.
4. Setelah mendapat hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa Harian Pos Kota masih melanggar seluruh ketentuan yang diatur Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 yang disepakati oleh Dewan Pers, dalam hal ini tingkat ketaatan Harian Pos Kota masih kurang.
Penulis akan memberikan saran kepada Harian Pos Kota, sebagai berikut:
1.  Berdasarkan kesimpulan, terdapat 40,68 berita sadis pada Harian Pos Kota. Sebaiknya pihak wartawan maupun pihak redaksi agar berhati-hati pada kata-kata yang digunakan pada Headline berita kriminal. Apalagi Harian Pos Kota dinilai sangat sadis dalam menyajikan sebuah pemberitaan.
2.  Wartawan Harian Pos Kota dalam kegiatan jurnalistik yaitu ketika menghimpun berita harus selalu konfirmasi kepada pihak-pihak yang bersangkutan agar menghasilkan berita yang sesuai dengan fakta.
3. Sebaiknya pihak wartawan maupun pihak redaksi Harian Pos Kota agar sepenuhnya bisa menerapkan Kode Etik Jurnalistik yang telah dibuat dan disepakati oleh Dewan Pers.

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Djuroto, Totok, Manajemen Penerbitan Pers, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000.
                   , Teknik Mencari & Menulis Berita, Dahara Prize, Semarang, 2003.
Hoeta, Soehoet A.M.  Dasar-Dasar Jurnalistik, Yayasan Kampus Tercinta – IISIP Jakarta, 2003
Kartono, Kartini, Patologi Sosial, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1983.
Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori & Praktik, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005.
Luwarso, Lukas, Kebebasan Pers dan Penegakan Hukum, Dewan Pers, Jakarta, 2003
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007.
Purwanto, Erwan Agus dan Dyah Ratih Sulistyastuti, Metode Penelitian Kuantitatif, PT. Gava Media, Yogyakarta, 2007.
Rakhmat, Jalaluddin,  Metode Penelitian Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1984
                  , Psikologi Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005.
Ritonga, M. Jamiluddin, Riset Kehumasan, PT. Grasindo, Jakarta, 2004.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaif Kulitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2008.
Suhandang, Kustadi, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, & Kode Etik, Yayasan Nuansa Cendekia, Bandung, 2004.
Sumadiria, AS Haris, Jurnalistik Indonesia, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2005.
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT. Grasindo Anggota Ikapi, Jakarta, 2004.
Zaenuddin, HM, The Journalist, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2007.
Sumber lain:
Badudu, J.S & Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996.
Daryanto, Sigit, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Apollo, Surabaya, 1998
Dewan Pers, Undang-Undang Pers, Sekretaris Dewan Pers, Jakarta, 2006
Effendy, Onong Uchjana, Kamus Komunikasi, Mandar Maju, Bandung, 1989.
POSKOTA, 30 Tahun Melayani Pembaca, Litbang Grup Pos Kota, Jakarta, 2000

SUMBER : SKRIPSI PENULIS ANNISA MIRANDRA / 2007-53-026 / ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK / UNIVERSITAS ESA UNGGUL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar